Selasa, 30 Desember 2008

Petani Pejuang Pejuang Petani

Akibat ruwetnya distribusi pupuk bersubsidi di hampir seluruh wilayah
Jawa Tengah, Gubernur Bibit Waluyo mengusulkan agar pemerintah
Provinsi Jawa Tengah meniadakan sistem distributor dan pengecer dalam
penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani berdasarkan Permen
Perdagangan nomor 21 tahun 2008 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk
Bersubsidi untuk Sektor Pertanian. Pada musim tanam bulan November
2008 yang lalu, terdapat banyak masalah di berbagai wilayah. Petani
padi tidak dapat mendapatkan pupuk bersubsidi yang sangat
dibutuhkannya untuk tanaman padi.
Tercatat kasus sebuah kelompok tani di daerah Pati membabat habis
bibit tanaman padinya akibat kelangkaan pupuk. Di daerah pantura
antara lain di Demak-Kudus, dalam rangka mendapatkan pupuk bersubsidi
para petani melakukan razia dan sweeping angkutan darat bak terbuka
maupun bak tertutup yang dicurigai membawa pupuk bersubsidi. Apabila
memang mengangkut pupuk bersubsidi mereka langsung membongkar muatan
tersebut di tempat untuk dibagi antar petani. Sebagian mengganti
seharga harga eceran tertinggi, beberapa kasus dijarah seperti
perbuatan para kriminal melakukan perampokan.
Hal tersebut menunjukkan tingkat depresi yang sudah sangat akut petani
Indonesia akibat pengelolaan ngawur pemerintah terhadap pembangunan
pertanian. Sebenarnya kasus seperti ini tidak hanya terjadi di masa
tanam sekarang saja. Hampir di setiap musim tanam, masalah pupuk masih
menjadi masalah utama petani. Pupuk bersubsidi yang dikelola melalui
distributor dan pengecer selalu menjadi komoditas untuk menekan dan
menghisap petani. Penjualan pupuk bersubsidi hampir pasti dijual
"bundled" dengan obat/pupuk pertanian lain non-subsidi. Tidak semua
petani membutuhkan obat/pupuk non subsidi tersebut, tapi posisi tawar
petani yang dilemahkan oleh sistem mengharuskan petani membayar biaya
yang jauh lebih mahal untuk mendapatkan pupuk bersubsidi yang
dibutuhkan tersebut. Atau karena alasan pupuk bersubsidi yang tersedia
tidak mencukupi kebutuhan, harga eceran tertinggi dinaikkan. Beberapa
kasus oleh pemerintah, beberapa kasus secara sepihak oleh distributor
dan pengecer.
Anehnya di musim tanam akhir tahun 2008 ini, pihak pemerintah selalu
berdalih bahwa berdasarkan statistik dan laporan produksi pupuk
bersubsidi oleh PT. Pupuk Sriwijaya dan PT. Pupuk Kaltim memadai dan
cukup untuk kebutuhan petani di seluruh wilayah Indonesia. Padahal di
beberapa daerah jelas-jelas petani padi tidak bisa mendapat pupuk
bersubsidi tersebut. Tentu ini diakibatkan penyelewengan distribusi
sehingga wajar apabila Gubernur Jawa Tengah menggulirkan wacana
penghapusan sistem distribusi pupuk bersubsidi melalui distributor dan
pengecer dan mengganti langsung dengan sistem penyaluran pupuk
bersubsidi langsung kepada petani. Secara ekonomis, semakin panjang
rantai distribusi, maka semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan.
Dan biaya distribusi tersebut kemudian dikenakan kepada konsumen,
dalam hal ini petani.
Sayangnya wacana Gubernur tidak banyak mendapat tanggapan dari
pihak-pihak terkait. Satu-satunya tanggapan justru datang dari Ketua
Asosiasi Distributor Pupuk PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI), Hilal Muharom
(Kompas, 27 Desember 2008). Tanggapan tersebut sebagaimana mudah
diduga, jelas menentang usulan Gubernur Jawa Tengah dengan alasan
pengangguran semakin bertambah karena satu perusahaan distributor
pupuk memiliki rata-rata 50 orang pekerja. Di Jawa Tengah, terdaftar
distributor resmi pupuk bersubsidi sejumlah 150 perusahaan dan 5.000
pengecer pupuk bersubsidi. Hilal Muharom menawarkan solusi untuk
melakukan distribusi pupuk bersubsidi secara tertutup dengan rencana
definitif kebutuhan kelompok (RDKK) untuk penyaluran pupuk bersubsidi
tahun 2009. Sistem ini dimaksudkan untuk memprediksi kebutuhan pupuk
bersubsidi berdasarkan kelompok tani.
Patut dipertanyakan sistem yang ditawarkan oleh Distributor tersebut,
karena jelas petani Indonesia adalah petani tradisional yang tidak
terbiasa dengan sistem perencanaan yang matang dalam melakukan proses
produksi. Belum lagi masalah distibutor nakal yang selalu muncul stiap
tahun. Petani kita masih sulit untuk diberikan pemahaman untuk
pengarapan serempak satuan lahan akibat masalah permodalan. Akibatnya
kadang kebutuhan pupuk untuk suatu areal tanam menjadi meningkat dan
mengakibatkan membengkaknya biaya produksi. Aplikasi pupuk oleh petani
kita juga sering tidak tepat dosis karena para penyuluh pertanian di
lapangan kurang berkompeten.
Tidak ada satu alasan untuk membuat kita yakin dengan sistem tersebut
masalah petani mengenai pupuk di setiap musim tanam dapat
terselesaikan. Hal ini tidak terlepas dari salah urus masalah pupuk di
Indonesia. Subsidi untuk sektor pertanian tidak pernah diberikan
langsung kepada petani. Berbeda dengan negara lain, subsidi untuk
pertanian diberikan setengah-setengah.
Kita ambil contoh subsidi untuk pupuk. Selisih harga yang disubsidi
oleh pemerintah diberikan langsung kepada pabrik pembuat pupuk dalam
hal ini PT PUSRI dan PT Pupuk Kaltim. Di Thailand, harga pupuk dijual
kepada petani dengan harga ekonomi sesuai pasar dan biaya produksi,
tapi petani diberikan kemudahan mendapatkan kredit pertanian untuk
membeli bibit, pupuk, obat, atau sarana produksi lain. Bahan bakar
minyak untuk alat mesin pertanian juga disubsidi secara global untuk
peruntukan lain. Parahnya lagi, komoditas hasil pertanian lokal tidak
pernah mendapat perlindungan yang cukup dari komoditas impor oleh
pemerintah. Akibatnya nilai komoditas petani Indonesia selalu hancur
ketika panen. Bandingkan dengan Jepang yang badan penyangga pangan-nya
mau membeli gabah petani lebih tinggi daripada harga pasar dan subsidi
baru diberikan ketika beras masuk ke pasar. Bulog kita justru membeli
gabah lebih rendah dari harga beras pasar. Akibatnya, beras impor
dapat masuk dan membanjiri pasar lokal.
Berdasarkan uraian di atas, reformasi pembangunan pertanian ssudah
mendesak untuk dilakukan dengan cara, memberikan subsidi produk
langsung kepada petani, memangkas rantai distribusi bibit, pupuk,
obat, alat mesin pertanian untuk menekan biaya produksi petani,
memperbaiki kinerja penyuluh pertanian lapangan, dan kebijakan
pemerintah yang melindungi komoditas pertanian lokal dengan semangat
memperjuangkan kepentingan petani di atas kepentingan industri.
Mampukah pemerintah kita sekarang melakukannya? Atau kita harus
mengganti pemerintah dulu agar petani dapat sejahtera? Bagaimana
menurut anda?
(Zainulgrunge – Petani Pejuang Pejuang Petani)

Jumat, 01 Februari 2008

hujatan MU !!

dalam perkembangan HMI dewasa ini, banyak mengalami pasang-surut kejayaan, baik dalam akademik maupun dalam pergerakan serta pemikiran. usia HMI sudah di bilang cukup matang, yakni 61 tahun.
Saat-saat perjalan beberapa tahun keblakang, HMI seering mendapatkan hujatan-hujatan yang tak berdasar, (seperti LIBERALISME, organisasi yan mempermainkan AGAMA, bahkan ada yang mengatakan HMI adalah Tunggangannya JIL, dsb) dan saya pikir itu hujatan yang tak bermoral. karna mereka tidak bis menjelaskan arti LIBERAL itu sendiri, apakah itu ada dalam AD/ART HM? atau oknum organisasi. Ketika sebuah pergerakan lain dalam satu latar blakang yang sama-sama mengusung ISLAM atau MUSLIM di dalamnya, maka di dalam nya juga harus menuruti atau mentaati dasar agama, yakni Al-quran dan Al hadist. Saya pikir Hujatan-hujatan itu mengandung dua unsur, yakni pefitnahan organisasi dan pengGhibahan Organisasi (ternyata mereka suka makan daging saudaranya sendiri ya....).
Jika kita masukan itu (hujatan) dalam sebua kotak, dan kotak itu kita beri nama penilaian, maka timbul pertanyaan,dasar apa yang mereka gunakan. Pada umumnya orang Indonesia menilai sesuatu dari 3 hal :
1. kebodohan dan ketidak tahuannya
2. mendengar dari orang lain yang juga belum teruji kebenarannya
3. pengalaman seseorang
tapi, orang-orang Indonesia sering menggunakan no 2 sebagai dasar penilaian terhadap orang lain... inikah bangsaku yang menilai dari kata orang lain? apakah bangsaku se-BODOH ini ?
Mari kita bersama-sama maju ke garis depan demi Islam, berjihad bersama, jangan memecah kekuatan kita sendiri.......jangan melihat bendera apa yang kita bawa, tapi lihat Agama siapa yang kita bela.
ALLAHU AKBAR
SALAM HIJAU-HITAM
YAKIN USAHA SAMPAI

intelektual-salon

Mahasiswa adalah kaum terpelajar, bisa dibilang kaum intelektual. mereka yang mengenyam pembelajaran selama di kampus dalam beraneka ragam lama penyelesaian. dalam masa dan proses pemblajaran tersebut, mereka mendapatkan pendidikan non-formal, seperti ke-organiasasian, kehidupan didalam masyarakat, dan pendidkan sepritual serta moral. Bentuk dari semuanya adalah Demo mahasiswa, pergerakan-pergerakan yang lahir dari pemikiran kritis mereka terhadapa apa yang terjadi di lingkungan mereka.
Diskui, rapat-rapat di dalam suatu perkumpulan, kesatuan, maupun perhimpunan adalah biasa terjadi dan memang di sana di anjurkan. Biasanya dalam proses belajar seperti ityu menghasilkan sebuah pemikiran bersama untuk kemajuan masing-masing lembaga atau organissi yang di naungi, tapi di sini terliat betapa munafiknya mereka,ketika sebuah pemikiran tidak terlaksana dalam sebuah gerakan. Pemikiran-pemikiran mereka hanya terhenti sampai impian untuk melaksanakannya.
jangan hanya menjadi Intelektual-salon, yang hanya dandan di depan cermin dan tidak melakukan apapa, yang di butuhkan bangsa ini adalah sebuah pemikiran yang kritis dan pergerakan revolusioner.